Selasa, 15 November 2011



KPMI dan Musik Era Tahun 70-an
Ingatan akan suasana era tahun 1970-an muncul kembali ketika kelompok musik C’Blues tampil membawakan lagu Ikhlas. Kali ini, lagu yang semula dinyanyikan oleh almarhum Adjie Bandi dengan ditandai permainan biolanya ini dinyanyikan Jelly Tobing dengan diiringi permainan suling Idang.
Penampilan C’Blues yang penuh nuansa nostalgia dihadirkan untuk merayakan ulang tahun pertama Komunitas Pecinta Musik Indonesia (KPMI) yang jatuh Minggu (17/12).
"Kami rindu untuk tampil di atas panggung lagi. Kami masih mampu kok, tetapi tidak ada yang memberi kesempatan. Kami sudah dilupakan orang," kata Idang, peniup suling C’Blues seusai penampilannya.
Penampilan C’Blues boleh dibilang apik. Suara Jelly Tobing sebagai vokalis sekaligus penabuh drum cukup prima. Memang ada beberapa kali muncul nada-nada fals, tetapi bisa dimaklumi karena mereka tampil tanpa latihan.
Yup. Mereka tampil karena ditodong setelah panitia tahu personel C’Blues yang datang cukup lengkap formasinya. Ada Jelly Tobing, Idang, Nono, dan Yongki.
Penampilan kelompok band yang tenar tahun 1970-an ini memang seperti memutar jarum jam mundur ke belakang. Lagu-lagu mereka, seperti Ikhlas, Derita Tiada Akhir, dan Setangkai Bunga, dinyanyikan kembali.
Tampilnya C’Blues di acara ini selain memuaskan rasa rindu untuk menyanyi di panggung juga sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada KPMI yang dirasakan sangat menghargai mereka sebagai pemusik tua.
Donny Fattah alias Donny Gagola, musisi yang dulu terlibat di God Bless, mengaku keberadaan KPMI membuat dirinya terharu. Baru KPMI-lah yang mendokumentasikan perjalanan karier musiknya pada tahun 1960 bersama God Bless.
Sementara Imank dari Gank of Harry Roesli mengatakan, keberadaan KPMI membuat musik dan musisi tahun 60-70’an tidak dilupakan oleh masyarakat Indonesia.
Katalog musik
KPMI yang didirikan pertengahan Desember 2005 di Warung Apresiasi Seni GOR Bulungan, Jakarta Selatan, adalah sebuah komunitas penggemar musik-musik Indonesia era tahun 1970-an. Mereka berkumpul karena prihatin atas minimnya dokumentasi dan apresiasi terhadap musik Indonesia. Mereka ingin membuat katalog musik Indonesia versi KPMI sebagai dokumentasi musik Indonesia.
Sebenarnya musik yang mereka gemari adalah rock dan blues karena memang zaman itu musik rock sedang berkembang pesat di Indonesia. Sebut saja Makara, Rollies, God Bless, Shark Move, Giant Step, Aka, Freedom, Gank of Harry Roesli, dan tentu saja C’Blues.
Pada perkembangannya selama satu tahun ini, KPMI juga mulai mengumpulkan jenis-jenis lagu yang lain. "Setelah mulai dikenal, ternyata banyak orang berharap kami juga menaungi jenis-jenis musik yang lain. Entah itu pop, jazz, semuanya. Jangka waktunya pun diperlebar menjadi era 1960 hingga 1980-an," kata Didik Siswanto (33), Ketua KPMI.
Maka, tidak heran jika ada kaset Vina Panduwinata, Kelompok 3 Suara, Chrisye, dan pasangan duet Harvey Malaiholo-Rafika Duri dipajang pada acara ulang tahun itu.
Didik pun bercerita sering ditanya tentang kelompok-kelompok band atau penyanyi yang tidak dia kenal. "Citra bahwa KPMI tahu semua sudah muncul di masyarakat. Pernah ada yang bertanya tentang kelompok Fragile dari Surabaya. Nah lo. Dengar saja baru kali ini ada kelompok band namanya Fragile," ujar Didik.
Jenis musik lain
Permintaan menaungi jenis musik lain muncul saat mereka diminta menjadi narasumber di beberapa radio dan mengadakan dialog musik bersama beberapa musisi. "Kami tidak pernah menyangka diundang sebagai narasumber. Kami ini bukan musisi, cuma orang yang gemar mendengarkan musik-musik tahun 70-an. Bahkan, kami tidak hafal teks dari lagu-lagu itu," kata Jose Rizal (49), anggota KPMI.
Anggota Komunitas Pecinta Musik Indonesia sekarang telah mencapai 60 orang. Mereka bukanlah musisi atau orang yang berkecimpung di dunia musik. Anggotanya bekerja sebagai pegawai negeri, wiraswasta, pilot, hingga peneliti.
Kalangan yang "nyambung" dengan komunitas ini adalah penjual kaset tua di Pasar Loak Taman Puring. Koleksi kaset atau piringan hitam mereka bisa mencapai ratusan hingga ribuan keping. Koleksi itu tentu boleh dibilang hebat, mengingat banyak dari mereka yang usianya baru 30-an tahun. Saat kaset muncul, berarti mereka masih sangat kecil dan tak mungkin sudah mengoleksi kaset.
Mereka tidak takut dianggap jadul (jaman dulu), istilah sekarang untuk hal-hal kuno. "Nggak apa-apa jadul. Memang kalau jadul berarti jelek?" kata Didik balik bertanya.
Menurut mereka, musik 1970-an adalah yang terbaik dan evergreen. Kalau musik sekarang terasa langsung enak didengar, tetapi sesudah itu habis. Sementara musik 70-an tidak langsung enak dinikmati, hanya setelah itu bertahan enak terus.
"Banyak juga penampilan musisi sekarang memakai gaya 70-an, pakai syal, kemeja ketat bermotif, rambut kribo agak panjang, dan juga berjambang. Ini bukti bahwa musik tahun 70-an begitu bagus sehingga melahirkan inspirasi bagi banyak orang," ucap Jose. (m clara wresti)


http://www.kompas.com/kompas-cetak/0612/23/metro/3193669.htm

KPMI, Komunitas Pecinta Musik 70-an


Bicara soal musik tahun 70 mengingatkan kita akan kebesaran God Bless. Grup band yang personilnya sekarang masih eksis itu dianggap band yang paling berhasil dalam tiga dasawarsa. Tak hanya itu, God Bless -- yang pernah manggung bersama Deep Purple di Jakarta -- menjadi salah satu ikon grup musik rock di Indonesia.
God Bless masih beruntung. Hingga sekarang, generasi muda masih mengenalnya karena albumnya masih berada di pasaran. Lagu-lagu lawas milik mereka, juga sering dinyanyikan oleh band-band sekolahan. Lalu, bagaimana dengan nasib band-band rock di tahun 70 lainnya, seperti Gembell, Leo Christy, Lemon Trees, Rollies, Superkid, Giantstep, Rawe Rontek, Terencem, SAS, AKA, Stacatto atau Harry Rusli?
Seorang penggemar musik bernama Didik Siswanto mencoba untuk mengumpulkan album-album yang pernah mewarnai musik Indonesia di tahun 70 an. Didik bersama sejumlah kolektor musik tahun 70 an membentuk komunitas khusus yang mereka namakan Komunitas Pelestari Musik Indonesia (KPMI). ''Sampai saat ini masih musik rock dari grup band dalam negeri,'' kata Didik. Awal Desember lalu, pertemuan para komunitas ini diadakan. Banyak hal dibicarakan dalam pertemuan itu. Tak hanya membahas masalah mencari kaset atau album grup-grup band lama.
Menurut Didik, komunitas ini tidak hanya bertujuan untuk menjembatani para kolektor yang hanya ingin bertukar koleksi saja. Melainkan akan melakukan inventarisasi dan dokumentasi musik dari tahun 70-an. ''Kami prihatin dengan minimnya dokumentasi musik di Tanah Air,'' ujarnya. Selain itu, sesuai namanya, komunitas ini juga akan jadi pelestari bagi karya-karya musik anak bangsa, khususnya di era 70-an. Didik menilai musik band angkatan 70-an merupakan salah satu yang terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Meski dipengaruhi aliran musik barat, namun ia menganggap, karya-karya di angkatan ini sebagai puncak kreatifitas musik Indonesia.
Rencananya, KPMI akan membuat katalog musik berdasarkan koleksi yang dimiliki anggotanya, termasuk membuat milis dan website khusus. Karena baru terbentuk, untuk tahap awal jumlah anggota KPMI masih sedikit, Namun ia yakin, komunitas ini akan mendapat sambutan baik dari masyarakat luas khususnya para pecinta musik 70-an.
Salah satu kolektor musik yang ikut bergabung dengan KPMI adalah Gatot Triono. Meski menyukai musik-musik rock dari era ini, Gatot tidak mengkhususkan diri untuk mengoleksi musik beraliran rock saja. Tak heran kalau hingga kini ia berhasil mengumpulkan lebih dari dua ribu koleksi kaset berbahasa Inggris dan Indonesia dari berbagai angkatan musik. ''Saya memulai koleksi saya sejak SMP tahun 1976,'' ujar Gatot. Sama halnya dengan Didik, Gatot juga berburu kaset koleksinya hingga ke Bandung, Surabaya, Malang, hingga ke Purwokerto. Lucunya, Gatot mengaku kadang ia mendapatkan kaset koleksinya dari para supporter sepak bola daerah.
Gatot saat ini memiliki penyalur kaset khusus yang membantunya mencari koleksi yang ia inginkan. Memiliki lebih dari dua ribu kaset, belum membuat Gatot puas. Meski mengaku tidak seintensif dulu, namun ia masih berburu kaset bekas. ''Sekarang saya sedang membujuk kolektor dari Purwokerto supaya mau jual rekaman asli Ahmad Albar waktu di Belanda,'' ujarnya. Selain itu, ia juga bertekad memiliki 23 rekaman lengkap (alm) Harry Rusli. ''Dari 23 saya baru punya 13 nih,'' katanya.


http://www.republika.co.id/detail.asp?id=243451

Setahun KPMI Euforia dari Musisi Jadul

Komunitas ini ditantang untuk menggelar konser di sejumlah kota besar di Indonesia.


''Sudah 40 tahun saya berkarya di musik, baru sekaranglah ada lembaga yang bersedia mengangkat dan menghargai karya-karya kami,'' begitu sambutan spontan yang terlontar dari mulut musisi senior, Donny Fatah.
Donny yang hingga kini masih tetap setia sebagai pembetot bass Godbless -- salah satu grup yang disebut-sebut sebagai pondasi berkibarnya musik rock di negeri ini -- menyampaikan pendapat spontan tadi ketika didaulat memberi tanggapan terhadap genap satu tahunnya usia Komunitas Pencipta Musik Indonesia (KPMI) pada Ahad (17/12) lalu di Jakarta.
Dalam pandangan Donny, keberadaan KPMI ini sungguh penting. Terutama komunitas ini memiliki misi mulia untuk menyelamatkan karya seni musik di Tanah Air dari era 1970-an. ''Terus terang saya merasa sangat terharu,'' kata musisi kelahiran Makassar, Sulsel, 24 September 1949 ini.
Testimonial positif lainnya disampaikan pula oleh Imank Wandi dan Jelly Tobing. Imank yang datang secara khusus dari Bandung menuturkan keberadaan lembaga KPMI ini telah memberi tempat terhormat bagi musisi-musisi era 1960-an dan 1970-an. ''Setidaknya dengan hadirnya komunitas ini musisi-musisi Indonesia tempo dulu menjadi tidak akan terlupakan jasa-jasanya oleh musisi generasi zaman sekarang,'' kata pria yang pernah tergabung bersama Gank of Harry Roesli.
Sementara Jelly Tobing, drummer senior yang pernah menorehkan rekor menabuh drum selama 50 jam tanpa henti itu, meminta agar KPMI tidak hanya sekadar melestarikan karya-karya musik dari era jadul (zaman dulu,red) saja. ''Tapi bagaimana kalau KPMI membuat juga sebuah pergelaran musik seperti di Surabaya, Bandung, Palembang, Medan, atau Jakarta,'' tantang pria yang lebih beken disapa Om Jeltob itu dengan penuh rasa semangat.
''Mengapa saya sebutkan kota-kota tadi? Karena di kota-kota itulah cikal bakal berjayanya musik era 1970-an di negeri ini. Dan saya berharap KPMI bisa melakukannya kembali,'' sambung drummer yang pernah bergabung dengan grup Super Kid dan Giant Step ini kembali.
Kerja sama dengan Republika
KPMI sebagai komunitas sosial yang memiliki ikatan renggang, secara usia ibarat bayi yang baru bisa tertawa dan menangis di usianya yang pertama. Namun, Didik Siswanto, ketua KPMI, justru termotivasi mengerjakan beragam aktivitas untuk menunjukkan eksistensi komunitasnya.

Dia pun kemudian menyebut beberapa kegiatan rutin yang sudah dikerjakan KPMI di sepanjang tahun 2006. Di antaranya dialog musik bulanan dengan bintang-bintang tamu seperti Andy Julias 'Makara', Benny Likumahuwa 'Rollies', Benny Soebardja 'Shark Move & Giant Step', Syeh Abidin 'AKA & SAS', Debby Nasution 'Barongs Band' sampai menghadirkan juga Keenan Nasution 'Guruh Gypsi & Gang Pegangsaan'.
Kegiatan rutin lainnya lagi, lanjut Didik, adalah kerja sama penulisan rubrik Oldies Goodies bersama harian umum Republika sampai memulai 'misi mulia' penyusunan Katalog Musik Indonesia versi KPMI. Bahkan untuk agenda kegiatan tahun mendatang, Didik berharap, bisa melanjutkan pengumpulan data untuk menyusun katalog. ''Alhamdullilah, meski minim dukungan dari pemerintah, tetapi penyusunan katalog ini justru mendapat bantuan dari salah satu LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat,red) untuk pengerjaannya tahun mendatang,'' katanya.
Sementara Jose Rizal, ketua panitia yang berprofesi sebagai pilot Garuda Indonesia, menilai komunitas KPMI ini tak hanya menjadi wahana untuk para pemburu lagu-lagu lawas melakukan sharing koleksi maupun informasi terhadap lagu-lagu jadul. Namun dia menceritakan kerap kali musisi-musisi jadul itu dibuat terperangah dengan koleksi-koleksi lengkap dari anggota KPMI ketimbang musisinya sendiri. ''Di sinilah yang membuat mengapa komunitas ini bisa dihargai oleh musisi-musisinya,'' kata dia. Ia pun berharap kiprah KPMI semakin berkembang dan membuat sejumlah agenda di tahun mendatang yang intinya memajukan musik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar